ARTICLE OPINION.
OLEH : David Gunawan / Taruna tingkat 2 pada Politeknik Ilmu Pemasyarakatan di Tangerang.
Isu digitalisasi identitas kependudukan belakangan menjadi isu yang hangat diperbincangkan di kalangan masyarakat, isu yang seharusnya sudah terealisasi 10 tahun yang lalu secara optimal dinaikkan lagi ke permukaan dengan harapan apa yang telah dimulai pemerintah dengan e-ktp bisa berlanjut dan dimaksimalkan kebermanfaatannya.
Isu digitalisasi identitas kependudukan ini bermula dari diterbitkannya UU Nomor 24 tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang memperbarui beberapa ketentuan dalam UU No. 23 / 2006, termasuk pengenalan KTP elektronik (e-ktp) yang mengandung data biometrik. Munculnya isu digitalisasi ini berasal dari keresahan warga indonesia terkait betapa berlapisnya sistem birokrasi di Indonesia terutama yang berkaitan dengan identitas kependudukan. Diperlukan kesabaran yang berlebih untuk melewati pintu demi pintu tahapan birokrasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan akan memberikan begitu banyak persyaratan kertas yang harus dibawa untuk mengurus berkas. Banyaknya pintu yang harus dilewati juga membuka peluang adanya pungutan liar di sana - sini, hal - hal seperti inilah yang membuat banyaknya keluhan masyarakat terkait birokrasi kependudukan yang begitu kompleks.
Rangkaian panjang usaha pemerintah untuk memodernisasi sistem kependudukannya dimulai pada tahun 2004, yaitu dengan diluncurkannya Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) yang merupakan langkah awal dalam digitalisasi kependudukan. SIAK memiliki tujuan utama yaitu mengintegrasikan data kependudukan dari berbagai daerah ke dalam satu sistem yang terpusat. Setelah pembuatan SIAK, usaha ini menemui titik cerah pada tahun 2011 dengan berhasil nya diluncurkan program e-KTP, yang merupakan kartu identitas berbasis elektronik yang menyimpan data biometrik (sidik jari dan iris mata) untuk memastikan keunikan dan keabsahan identitas setiap warga negara. Peluncuran program ini memberikan harapan yang besar bagi masyarakat akan transformasi sistem birokrasi pengurusan identitas kependudukan di Indonesia. Penjelasan pemerintah mengenai betapa banyaknya keuntungan yang dapat diberikan oleh program ini membuat masyarakat sangat tak sabar untuk mendaftarkannya dirinya ke dalam program ini.
Namun sayangnya program ini menemui jurang terjal yang sangat mengerikan dan kebetulan program ini terjerumus ke dalam nya. Para pelaku dari program ini di level atas melakukan praktik korupsi yang jumlahnya sangat fantastis yang menyebabkan program ini tersendat beberapa tahun dan bahkan hingga sekarang kasusnya belum diselesaikan secara menyeluruh oleh aparat penegak hukum. Sangat miris ketika melihat data perekaman identitas seluruh rakyat indonesia yang sudah semangat mendaftarkan dirinya ke dalam program ini dijual oleh pihak yang tak bertanggung jawab di internet secara bebas. Ini adalah dampak dari praktik korupsi dan kelalaian dari para pelaku program ini di level atas.
Meskipun akhirnya berjalan dengan segala keterbatasannya, program e-KTP tetap perlu diapresiasi sebagai langkah konkrit pemerintah untuk memudahkan rakyatnya serta mengurangi praktik pungli di lingkungan pemerintah. Terobosan ini juga menyelamatkan wajah instansi pemerintah terkait yang selama ini selalu menjadi bahan ejekan karena masih menggunakan cara lama yaitu “fotocopy berkas” di setiap urusan. Namun jika dibandingkan dengan negara lain yang notabene masih setara pertumbuhan ekonomi nya, Indonesia sudah sangat tertinggal terkait birokrasi pengurusan berkas kependudukan. Negara Malaysia dengan MyKad nya sudah diperkenalkan sejak tahun 2001, Singapura dengan SingPass nya yang mampu mengakses lebih dari 300 layanan pemerintah secara online, Thailand dengan Smart ID Card nya yang mampu mengakses segala kebutuhan primer yang juga dilayani pemerintah secara gratis.
Jika kita kembali berkaca dengan program yang ada di Indonesia, e-KTP masih sangat diwarnai dengan kekurangan kekurangan yang membuat embel - embel elektronik di program ini nampak percuma, Kekurangan sumber daya manusia pengelola yang belum mampu memaksimalkan kelebihan dari program ini, selain itu kekurangan dari infrastruktur dan fasilitas yang ada juga menghambat dari perkembangan program ini, hal ini tak terlepas dari kasus mega korupsi yang terjadi saat pelaksanaannya.
Pada akhirnya program mulia dengan target luar biasa ini adalah program yang harus dilanjutkan hingga akhir walaupun akan memakan waktu yang sangat lama. Kita harus kesampingkan rasa malu dan kepentingan pribadi untuk memastikan program tetap berjalan, akan sangat banyak keuntungan yang didapat ketika program ini sudah berjalan. Kita harus tetap melihat negara lain untuk menyadarkan diri bahwa kita belum ada apa - apanya diantara negara lain. Jangan lupa juga untuk menyelesaikan secara tuntas mengenai kasus Mega Korupsi program e-KTP. (*)