Sidang pemeriksaan lapangan Pada Rabu (20/12/2023), pukul 9:00 Wib Pagi, adalah, lanjutan terkait gugatan RE Siahaan terhadap tergugat I, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tergugat II, Kementerian Keuangan, Republik Indonesia, tergugat III, Badan Pertanahan Nasional.
Sidang lapangan yang dipimpin hakim ketua, Nasfi Firdaus, didampingi hakim anggota, Renni Pitua Ambarita dan Katharina Siagian, serta dihadiri oleh RE Siahaan dan keluarga, serta didampingi kuasa hukumnya Daulat Sihombing SH dan Miduk Panjaitan.SH, Majelis Hakim langsung melihat langsung objek perkara serta mendengar langsung keterangan yang di sampaikan oleh penggugat RE Siahaan, maupun penjelasan dari pihak tergugat, 1, tergugat II, maupun tergugat III. yaitu bahwa masing masing pihak membenarkan terkait objek perkara, adalah tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Sutomo No. 10, Kelurahan Proklamasi, Kecamatan Siantar Barat, Kota Pematangsiantar.
Daulat Sihombing SH, MH.ketika di konfirmasi perihal Sidang lapangan, membenarkan bahwa objek tanah dan bangunan sebelum di eksekusi berada di Jalan Sutomo No. 10, Kelurahan Proklamasi, Kecamatan Siantar Barat, Kota Pematang Siantar. Dan sidang di lanjutkan pada tanggal 3 Januari Tahun 2024 mendatang, dengan agenda menghadirkan saksi ahli bidang Hukum Pidana dan saksi ahli bidang pelelangan.
" Benar, sidang lapangan adalah pembuktian kebenarannya, bahwa benar objek perkara berada di Jalan Sutomo Nomor 10, Kelurahan Proklamasi, Kecamatan Siantar Barat, Kota Pematang Siantar, merupakan pembuktian kebenaran terkait objek perkara. Dalam hal ini kata Daulat bahwa terkait objek perkara tidak ada masalah."
Elfrida Dorowaty Hutapea menyatakan bahwa KPK RI telah melakukan perampokan berdalil Hukum, dan atas nama seluruh keluarga meminta agar Tanah dan bangunan di kembalikan. " saya dan keluarga minta Tanah dan Bangunan yang di rampok di kembalikan ucap Elfrida Dorowaty Hutapea."
Sebelumnya, Rumah warisan yang semula milik orangtua dari istri RE Siahaan, Elfrida Dorowati Hutapea, dimiliki oleh mereka sejak 1993, kemudian diganti dengan SHM No.302 tahun 2004 atas nama RE Siahaan.
Saat RE Siahaan menjalani hukuman, KPK menerbitkan surat perintah penyitaan dalam rangka eksekusi pembayaran UP pada tanggal 29 Mei 2015.
Selanjutnya pada 2016, KPK membuat surat pemberitahuan pelaksanaan lelang dan pengosongan barang sitaan.
Pengumuman lelang turut dilakukan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Pematang Siantar pada, 29 April 2016.
Adapun pemenang lelang rumah tersebut yakni Esron Samosir dengan nilai pembelian hasil lelang sebesar Rp 6.031.535.000.
Pihak Pengadilan Negeri (PN) Pematang Siantar pun melaksanakan eksekusi rumah tersebut pada Jumat 30 Desember 2016.
Lalu, BPN Pematang Siantar menerbitkan Surat SK pendaftaran tanah No:35/SKPT/2016 dan menerbitkan sertifikat pengganti atas permintaan pemenang lelang.
Setelah itu, rumah RE Siahaan dihancurkan dan kini dibangun menjadi empat rumah toko berlantai tiga.
"Rumah dan tanah itu sudah atas nama RE Siahaan. Sertifikat aslinya masih dipegang," kata Daulat.
Menurut Daulat, eksekusi dan penyitaan rumah oleh KPK itu tidak sesuai dengan putusan pengadilan Tipikor Medan.
Sebab, tanah dan bangunan itu bukan merupakan barang sitaan atau rampasan dari hasil penyidikan, penuntutan, dan peradilan. Apalagi obyek putusan pengadilan.
"Gugatan ini bukan persoalan harta warisan, tapi KPK melakukan perampasan rumah di atas tanah itu dengan surat perampasan mengutip amar putusan yang berbeda," tuturnya.
"Isi tentang putusan pengadilan berbeda dengan amar putusan yang sebenarnya.Jadi ada redaksi yang berbeda," tambahnya.
Menurut Daulat, yang disebut barang rampasan itu harus termaktub dalam proses penuntutan, penyidikan, dan peradilan.
Sementara rumah dan tanah itu tidak masuk dalam ranah yang dimaksudkan. Inft.01